E Book Kajian Sosiologi Lingkungan

Klik Cover Buku untuk Mengetahui Daftar Isi Full Content


http://ebooksociologyliterature.blogspot.co.id/p/blog-page_244.html

Environmental Sociology
From Analysis to Action
Leslie King, Deborah McCarthy
Format PDF 4.73 MB







http://ebooksociologyliterature.blogspot.co.id/p/blog-page_437.html

Environmental Sociology
A Social Constructionist Perspective (Environment and Society)
John Hannigan
Format PDF 1.04 MB







http://ebooksociologyliterature.blogspot.co.id/p/blog-page_838.html
Controversies in Environmental Sociology
Robert White
Format PDF 1.52 MB








http://ebooksociologyliterature.blogspot.co.id/p/blog-page_771.html

Multilevel Governance of Global Environmental Change
Perspectives from Science, Sociology and the Law
Gerd Winter (editor)
Format PDF 5.11 MB

Sosiologi Lingkungan : Kajian Penting




Sebagaimana diketahui bahwa akhir-akhir ini beragam bencana alam dapat dikatakan ‘rutin’ terjadi di berbagai belahan dunia, tanpa terkecuali di Indonesia. Melalui beragam media massa kita dapat mengetahui beragam bencana alam hampir selalu terjadi setiap hari. Mulai dari banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, kabut asap dan lain sebagainya. Aneka ragam bencana alam ini tentu menjadi persoalan bagi manusia, tanpa terkecuali bagi masyarakat Indonesia yang selama ini dikenal sebagai kawasan yang memiliki beragam sumberdaya alam. Dengan memiliki sumberdaya alam tersebut seharusnya Indonesia menikmati beragam keuntungan, namun yang terjadi justeru sebaliknya untuk kepentingan ekonomi  dan investasi, hutan dikonversi, kawasan/lahan gambut dibakar untuk perluasan perkebunan akibatnya kerugian besar secara sosial, ekonomi, lingkungan biodiversity, bahkan bencana bagi kesehatan dan kematian.

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Araaf :56)

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan (QS As Syuaraa : 183)

Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar (QS Al Baqarah: 12)
 
Sebagai sebuah kajian ilmu pengetahuan, sosiologi dituntut untuk mampu menganalisis dan memahami persoalan-persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupannya. Meskipun demikian, persoalan lingkungan (environment) merupakan aspek yang dapat dikatakan terlambat menjadi bagian dari objek kajian (the subject matter) oleh sosiologi dibandingkan yang lainnya. Beberapa pakar menilai bahwa ‘keterlambatan’ perhatian sosiologi terhadap persoalan lingkungan ini karena ‘kungkungan dan kekangan’ defenisi sosiologi yang dikemukakan oleh para ahli dan dijadikan acuan oleh banyak kalangan dalam melakukan kajian. Beragam defenisi sosiologi yang dikemukakan oleh beragam ahli selama ini memperlihatkan bahwa ilmu ini ‘hanya’ mengkaji hubungan antar manusia tanpa memasukkan unsur lingkungan. Kenyataan ini dapat dimengerti karena sosiologi hadir dan dirumuskan di saat perspektif antroposentrisme (manusia sebagai pusat atau penentu alam) masih sangat dominan.
Perluasan perspektif sosiologi dari antroposentrisme menjadi ekosentrisme (lingkungan atau alam sebagai pusat kajian) baru mengemuka pada tahun 1978 yang dilakukan oleh Riley Dunlap dan William Catton dalam jurnalnya yang berjudul “ Environmental Sosiology : A New Paradigm” dalam buku “The American Sosiologist, 1978, Vol 13 (February) 41-49”.
Dimana praktek sosiologi untuk masa yang akan datang  harus melihat hubungan antara manusia/ masyarakat dan lingkungan biofisik, di jurnal ini dibahas anjuran untuk suatu paradigma baru bagi hubungan antara manusia/ masyarakat dengan lingkungannya sehingga disiplin ilmu ini tidak lagi mengabaikan hubungan masyarakat dengan lingkungan biofisiknya.
Sosiologi Lingkungan
Sosiologi lingkungan (environment sociology) didefenisikan sebagai cabang sosiologi yang memusatkan kajiannya pada adanya keterkaitan antara lingkungan dan perilaku sosial manusia. Menurut Dunlop dan Catton, sebagaimana dikutip Rachmad, sosiologi lingkungan dibangun dari beberapa konsep yang saling berkaitan, yaitu:
1.    Persoalan-persoalan lingkungan dan ketidakmampuan sosiologi konvensional untuk membicarakan persoalan-persoalan tersebut merupakan cabang dari pandangan dunia yang gagal menjawab dasar-dasar biofisik struktur sosial dan kehidupan sosial.
2.    Masyarakat modern tidak berkelanjutan (unsustainable) karena mereka hidup pada sumberdaya yang sangat terbatas dan penggunaan di atas pelayanan ekosistem jauh lebih cepat jika dibandingkan kemampuan ekosistem memperbaharui dirinya. Dan dalam tataran global, proses ini diperparah lagi dengan pertumbuhan populasi yang pesat.
3.    Masyarakat menuju tingkatan lebih besar atau lebih kurang berhadapan dengan kondisi yang rentan ekologis.
4.    Ilmu lingkungan modern telah mendokumentasikan kepelikan persoalan lingkungan tersebut dan menimbulkan kebutuhan akan penyelesaian besar-besaran jika krisis lingkungan ingin dihindari.
5.    Pengenalan dimensi-dimensi krisis lingkungan yang menyumbang pada ‘pergeseran paradigma’ dalam masyarakat secara umum, seperti yang terjadi dalam sosiologi berupa penolakan terhadap pandangan dunia Barat yang dominan dan penerimaan sebuah paradigma ekologi baru.
6.    Perbaikan dan reformasi lingkungan akan dilahirkan melalui perluasan paradigma ekologi baru di antara publik, massa dan akan dipercepat oleh pergeseran paradigma yang dapat dibandingkan antara ilmuan sosial dan ilmuan alam.
Ilmuan sosial mengabaikan konsep daya dukung, namun dengan mengabaikan konsep ini  sama saja berasumsi bahwa daya dukung lingkungan selalu enlargeable dengan yang kita butuhkan, Dengan demikian sosiologist telah menolak kemungkinan kelangkaan. Meskipun tidak menyangkal bahwa manusia adalah spesies yang luar biasa, para ilmuan sosiologi lingkungan berpendapat bahwa keterampilan khusus dan kemampuan tetap gagal untuk membebaskan masyarakat dari batasan-batasan lingkungan alam.
Dalam tahapan hubungan manusia dan lingkungan, ditunjukan bahwa seluruh aspek  budaya, perilaku bahkan “nasib” manusia dipengaruhi, ditentukan dan tunduk pada lingkungan. Dalam kehidupan berkelompok, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa bentuk-bentuk persekutuan hidup manusia muncul sebagai akibat dari interaksi iklim, geografi dan ekonomi. Ketiga bagian dari lingkungan itu juga bersifat sangat menentukan corak temperamen manusia (Ibnu Khaldun dalam Madjid Fakrhy, 2001:126). 
Sementara itu, Donald L. Hardisty yang mendukung dominasi lingkungan menyatakan lingkugan fisik memainkan peran dominan sebagai pembentuk kepribadian, moral, budaya, politik dan agama, pandangan ini muncul tidak lepas dari asumsi dalam tubuh manusia ada tiga komponen dasar, yakni bumi, air, dan tanah yang merupakan unsur-unsur penting lingkungan.

Untuk memperjelas tentang dominasi lingkungan kita bisa mejelaskan mengapa ada perbedaan antara masyarakat desa dan masyarakat kota. Lingkungan fisik desa didominasi dengan hukum-hukum yang berhubungan dengan lingkungan biologis( seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan). Lingkungan biologi ini memiliki hukum keteraturan tertentu yang bersifat evolutif dan cenderung jauh dari intervensi manusia.
Berbeda dengan lingkungan desa, masyarakat kota lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan buatan (ada yang menyebutnya dengan istilah lingkungan binaan). Lingkungan buatan adalah lingkungan yang sudah tidak alamiah karena sudah ada intervensi manusia dalam menciptakan model atau bentuk lingkungan. Lingkungan kota memiliki hukum-hukum sendiri yang tidak sama dengan desa dan hukum-hukum tersendiri tersebut bergerak secara independen yang memiliki kekuatan memaksa individu penghuni kota untuk tunduk. Demikianlah, lingkungan kota yang serba menantang sangat memengaruhi dalam pembentukan watak, budaya, bahkan etos yang dimiliki manusia. Maka, tampaklah perbedaan tajam antara etos masyarakat desa dengan masyarakat kota.

REFERENSI EBOOK untuk anda

http://www.mediafire.com/view/1hhv446pvxgnx9z/The_International_Handbook_of_Environmental_Sociology_%281998%29.docx


The International Handbook
of Environmental Sociology
Michael Redclift and Graham Woodgate ed.
Format PDF 34.1

Klik cover ebook untuk mengetahui daftar isi

EBook Kajian Sosiologi Lingkungan lainnya klik di sini

Peran Stand Up Comedy dalam Mengungkap Fakta Sosial




Lawakan tunggal atau komedi tunggal (bahasa Inggris: Stand-up comedy, harfiah "komedi berdiri"), adalah salah satu genre profesi melawak yang pelawaknya (kadang disebut komika, bahasa Inggris: comic) membawakan lawakannya di atas panggung seorang diri, biasanya di depan pemirsa langsung, dengan cara bermonolog mengenai sesuatu topik. Orang yang melakukan kegiatan ini disebut pelawak tunggal (bahasa Inggris: stand-up comedian), komik, atau komik berdiri (komik tunggal).

Tidak peduli apa selera komedi Anda, yang jelas hampir semua stand-up komedian memiliki satu kesamaan: yaitu lelucon mereka berdasarkan pengamatan sosial dan perilaku manusia.

Pengamatan mereka seringkali benar dan aktual, bahkan sesuai konteksnya,  sehingga dapat menghentak kesadaran mengenai kondisi sosial saat ini sekaligus juga sanggup menghibur pendengar dengan kesimpulan yang mereka tarik, meskipun kesimpulan tersebut salah atau memang sengaja “dipatahkan” atau berada di luar mainstream logika, karena memang  disitulah letak lucunya.


Biasanya, materi Stand Up Comedy berasal dari pengamatan dan keresahan komedian. Bisa saja amatan terhadap lingkungan sosial, perilaku manusia, diri sendiri, atau fenomena politik yang sedang terjadi. Semua ini bisa jadi sumber inspirasi comic untuk membuat materi. 


Inti humor adalah pembebasan atau pelepasan dari kekurangan yang terdapat dari diri seseorang. Teori ini (relief theory : teori pelepasan) menyebutkan bahwa humor digunakan untuk melepaskan ketegangan atau untuk membuat seseorang merasa dibebaskan. Berbagai pembatasan dan larangan yang ditentukan oleh aturan kesopanan keluarga atau masyarakat, menjadikan dorongan batin alamiah dalam diri seseorang mendapat tekanan. Bilamana kekurangan atau tekanan itu dapat dilepaskan, maka hal itu dapat meledakkan tawa bagi orang yang mendengarnya.
  
Seperti Raditya Dika yang menceritakan kisah-cinta-sialnya atau kehidupan keluarganya yang kocak, Pandji yang membawa isu sosial, Mongol yang mencap diri sebagai pakar KW (lelaki KW alias lelaki tidak maskulin), dan Ernest Prakasa yang menonjolkan etnisnya dengan selalu berkata, “Gue Ernest dan gue Cina.” 


Humor memberikan dampak positif untuk tubuh, jika kita perhatikan orang orang yang menyukai humor terlihat lebih segar daripada yang terlalu serius atau orang orang yang disebut saat ini dengan  istilah ‘baper’ (dibawah keperkasaan eh salah .. dibawa perasaan). Hal ini dikarenakan aktifitas tersebut dapat meningkatkan jumlah endorphin, yaitu hormon penghilang rasa sakit alami dalam tubuh. Dr Lee S Berk dari Loma Linda University, California USA, menjelaskan bahwa tertawamembantu meningkatkan jumlah sel sel pembunuh alami (dikenal dengan nama sel NK, sejenis sel darah putih) serta meningkatkan antibody yang berperan besar melawan infeksi, alergi bahkan kanker. Bahkan beberapa rumah sakit telah menyediakan ruangan komedi (comedy rooms) untuk menghibur pasien.
 

Komedian juga  membawakan  hal-hal  yang terkadang sangat hati hati untuk dibicarakan secara terbuka: seperti perilaku seksual, stereotip rasial dan etnis, isu gender, agama, bahkan kritik politik. 

Karena konteks sosial yang menjadi bahan komedi, komedian kadang-kadang dapat membuka amplop mengenai aturan perilaku sosial, bahkan moral. Dalam banyak kasus, komedian menggunakan persepsi mereka untuk memberikan jawaban atas pertanyaan dan  persoalan sosiologis yang lebih besar; inilah bagian yang menghibur dari suatu komedi semakin tidak ilmiah persepsi  dan jawaban mereka akan semakin lucu dan menghibur.


Peran penting pemapar humor atau dalam hal ini stand up comedy, adalah mengingat, mengungkap, dan membicarakan masalah masalah sosial yang terkadang bisa sangat serius dan sindiran bagi sebuah negara dengan cara logika yang jenaka, tanpa sebuah solusi.  Tugas komedian memang hanya sampai disitu, sebab bila mereka diberi tugas untuk mencari solusi. Pemerintah hanya bisa menjadi penonton yang tertawa.

“Menurut sebuah riset, tahun 1960-an, Malaysia mengimpor guru dan dosen dari Indonesia. Tahun 1990-an, Malaysia berubah menjadi pengimpor pembantu dari Indonesia. Kesimpulannya, Malaysia mengalami penurunan selera, dari level guru/dosen ke level pembantu.” 

Bergson dan Freud melalui Billig, menyatakan bahwa kekonyolan berada dalam setiap aspek kehidupan sosial sejalan dengan adat kebiasaan dalam komunitas sosial itu sendiri. Hal ini membuat humor itu terus berkembang karena humor mengikuti apa yang sedang terjadi dalam masyarakat, berbagai hal dapat menjadi materi kelucuan seperti ketimpangan sosial, fenomena aneh, tren terbaru, sindiran politik, dan lain sebagainya.

Laughter and Ridicule
Towards a Social Critique of Humour
Michael Billig
Format PDF 983 KB








Cara cara penyampaian fakta  sosial dan protes sosial secara komedi yang sifatnya santai dan menghibur, menjadi jalan alternatif untuk mengurangi angka kematian dari serangan stroke akibat masalah masalah sosial yang rumit, ekonomi sulit, hutang yang melilit. Mulai sekarang buanglah kemarahan, ketakutan, cemas, dan pesimis. Mulailah dengan cara pandang lebih rileks dan tertawa, karena hidup mesti dinikmati dengan lebih positif.

"Riset membuktikan bahwa orang Indonesia jauh lebih hebat ketimbang orang Eropa"
Saat orang Eropa selalu memikirkan bagaimana cara pergi dari bumi ke bulan serta bagaimana untuk dapat hidup di bulan, orang Indonesia sudah memikirkan bagaimana caranya untuk hidup dari bulan ke bulan.



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...