Pluralitas Sebuah Keniscayaan Sosial dan Agama




Pluralitas adalah sebuah keadaan dimana di tengah masyarakat terdapat banyak ragam ras, suku, bangsa, bahasa dan agama. Ini adalah sebuah kenyataan masyarakat sebagai hasil dari proses-proses sosiologis, biologis dan historis yang telah berjalan selama ini. Secara biologis, Allah SWT memang menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa dengan warna kulit, bentuk muka dan rambut serta bahasa yang berbeda-beda. Sedang secara sosiologis, karena manusia bebas memilih, maka wajar bila manusia mempunyai keyakinan atau agama yang berbeda-beda. Jadi, ragam agama, sebagaimana juga ragam ras, suku, bangsa dan bahasa adalah kenyataan yang sangat manusiawi, karenanya semua harus kita terima sebagai sebuah kenyataan sosial.

Pluralitas dalam konteks agama :

Yang dimaksud dengan “Pluralitas keagamaan” adalah terdapat lebih dari satu agama (samawi dan ardhi) yang mempunyai eksistensi yang hidup berdampingan dan saling berinteraksi antara penganut satu agama dengan penganut agama lainnya.; atau dalam pengertian yang lain, setiap pemeluk agama berperilaku mengakui keberadaan dan menghormati hak agama lain, bahkan lebih jauh bisa mengerti satu sama lain.
Dalam perspektif sosiologi agama, secara terminologi, pluralitas keagamaan dipahami sebagai sikap mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan sebagai bernilai positif dan merupakan ketentuan dan rahmat Tuhan kepada manusia. Penjabaran dan pengakuan terhadap kemajemukan agama tersebut adalah menerima dan meyakini bahwa agama yang kita peluk adalah jalan keselamatan yang paling benar (claim of the truth : prinsip iman), dan tetapi bagi penganut agama lain –sesuai dengan keyakinan mereka- agama mereka pulalah yang paling benar. Dari kesadaran inilah, akan lahir sikap toleran, inklusif, saling menghormati dan menghargai, serta memberi kesempatan kepada orang lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. (QS Al Kafiruun : “Lakum Diinukum Waliyadiin” : untukmu agamamu dan untukkulah agamaku).

Pluralitas Suatu Keniscayaan Sosio-religious dalam Konsepsi Islam

Manusia sebagai makhluk sosial tidak diciptakan dalam bentuk homogen, QS Al Hujurat  : 13. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

QS Al Ruum : 22 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”.

Dapat dipahami dalam ayat tersebut, bahwa Tuhan menciptakan suatu masyarakat atau tatanan masyarakat yang heterogen. Tuhan tidak berkehendak menjadikan suatu masyarakat atau umat menjadi satu sekalipun Tuhan mempunyai kekuasaan untuk itu. Hal ini diperjelas dalam firman-Nya QS.” Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka berselisih pendapat.”

Pengakuan Al Quran, atas pluralitas,  tidak hanya dari perspektif penerimaan kelompok lain sebagai komunitas sosio religious, tetapi  juga dari penerimaan kehidupan spiritualitas mereka dan keselamatan melalui jalan yang berbeda-beda. QS Al Baqarah : 62 Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
ǁDalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Salman bertanya kepada Nabi SAW tentang penganut agama yang pernah ia anut bersama mereka. Ia terangkan cara shalatnya dan ibadahnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 62) sebagai penegasan bahwa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan berbuat shaleh akan mendapat pahala dari Allah SWT. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hatim dan al-Adni dalam musnadnya dari Ibnu Abi Najih yang bersumber dari Mujahid.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika Salman menceritakan kepada Rasulullah kisah teman-temannya, maka Nabi SAW bersabda: "Mereka di neraka." Salman berkata: "Seolah-olah gelap gulitalah bumi bagiku. Akan tetapi setelah turun ayat ini (S. 2: 62) seolah-olah terang-benderang dunia bagiku." (Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari Abdullah bin Katsir yang bersumber dari Mujahid.) ǁ

Bahkan Islam memerintahkan untuk menghormati kepercayaan kelompok lain yang berbeda QS Al An’am : 108 “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. “

Ayat tersebut dengan jelas melarang seseorang untuk mengejek atau merendahkan orang yang mempunyai kepercayaan yang berbeda, bahkan kepercayaan selain Allah itu sendiri. Landasan yang dibenarkan oleh Al Quran tentang hubungan sosial antar umat beragama berpijak pada nilai utama yaitu menegakkan kebenaran, berlaku adil  dan berbuat kebaikan.

QS Al Mumtahanah : 8 “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

QS Al Maidah : 8 “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Konsep keselamatan dalam Islam, bukanlah pada pernyataan iman semata, melainkan juga pada pengetahuan yang benar dan amal atau kerja yang benar sebagai manifestasi dari kecintaan dan ketaatan pada Allah “.. sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Dengan kata lain, di samping Islam mengakui adanya anugerah Allah sebagai pintu keselamatan , Islam lebih menekankan jalan keselamatan melalui amal dalam rangka memberikan pelayanan dan bimbingan kemanusiaan untuk mengembangkan dan memelihara hakikat kemanusiaannya sebagai pengemban amanat Allah di muka bumi.

Referensi E book untuk anda.

Philosophy and Pluralism
edited : David Archard

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...