Selama pertengahan tahun 1900-an, perkembangan sosiologi memasuki tahap
modern. Ciri utama sosiologi modern adalah terjadinya spesialisasi
terus-menerus pada bidang ilmu ini. Para sosiolog berpindah dari mempelajari
kondisi-kondisi sosial secara menyeluruh menuju pengkajian kelompok-kelompok
khusus atau tipe-tipe komunitas dalam suatu masyarakat, misalnya para pengelola
bisnis, para pembuat rumah, geng-geng di jalanan, perubahan gaya hidup, kondisi
sosial, perkembangan budaya, pergerakan pemuda, pergerakan kaum wanita, tingkah
laku sosial, dan kelompok-kelompok sosial. Para ahli sosiologi mengembangkan
lebih jauh metode riset ilmiah, penerapan metode eksperimen terkontrol, dan
menggunakan komputer untuk meningkatkan efisiensi dalam menghitung hasil
survei. Cara-cara penentuan sampel penelitian semakin disempurnakan, sehingga
mendukung kesimpulan yang makin terpercaya secara ilmiah.
Sosiologi lahir di masyarakat barat, sehingga kebanyakan konsepnya
berdasarkan realita sosial dari kehidupan masyarakat barat. Pada awalnya,
sosiolog Indonesia menjiplak apa adanya pemikiran sosiolog barat, namun setelah
disadari, tidak sepenuhnya konsep-konsep barat itu dapat diterapkan di
Indonesia. Mulailah kajian sosiologi di Indonesia didasarkan pada realita di
Tanah Air. Sejarah perkembangan pemikiran sosiologi di Indonesia dapat dilihat
dari pemikiran para pujangga dan pemimpin Indonesia di masa lalu. Salah satunya
adalah Wulang Reh karya Sri Paduka
Mangkunegoro IV dari Surakarta yang mengajarkan tata hubungan antara
anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan yang berbeda-beda. Tokoh
lainnya, Ki Hajar Dewantara, juga
menyumbangkan konsep-konsep mengenai kepemimpinan dan kekeluargaan di Indonesia
yang dipraktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa. Keduanya
membuktikan bahwa unsur-unsur sosiologi sudah ada, meskipun tidak murni
sosiologi. Persinggungan masyarakat Indonesia dengan dunia barat, terjadi
melalui zaman penjajahan Belanda. Pada zaman ini, banyak karya dari sarjana
Belanda yang mengambil masyarakat Indonesia sebagai pusat kajiannya, misalnya Snouck Hurgronje, van Vollenhoven, dan Ter
Haar yang menulis tentang keadaan sosial di Indonesia saat itu, walaupun demi
kepentingan penjajahan. Sekolah TinggiHukum (Rechtchogeschool) di Jakarta
pernah menjadi satu-satunya lembaga perguruan tinggi yang mengajarkan sosiologi
di Indonesia sebelum akhirnya dihentikan pada tahun 1934-1935.
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Prof. Mr. Soenario Kolopaking pertama kali memberikan kuliah
sosiologi pada tahun 1948 di Akademi Ilmu Politik Yogyakarta (sekarang menjadi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada). Beliau memberikan
kuliah dalam bahasa Indonesia, hal itu merupakan sesuatu yang baru karena
sebelumnya kuliah-kuliah diberikan dalam bahasa Belanda. Mulai tahun 1950,
semakin banyak masyarakat Indonesia yang mempelajari sosiologi secara khusus
sebagai ilmu pengetahuan sehingga tidak hanya menjadikan sosiologi semakin
berkembang di Indonesia, tetapi sekaligus membawa perubahan dalam sosiologi di
Indonesia.
Buku-buku sosiologi karya orang Indonesia mulai bermunculan. Antara
lain, Mr. Djody Gondokusumo menulis
Sosiologi Indonesia (1946), Bardosono (1950) menerbitkan diktat sosiologi, dan
Hassan Shadily, M.A. menyusun buku berjudul Sosiologi untuk Masyarakat
Indonesia yang memuat bahan-bahan pelajaran sosiologi modern. Kemudian, Major Polak, seorang warga Negara
Indonesia bekas Pangreh Praja Belanda yang berkesempatan mempelajari sosiologi
di Universitas Leiden di Belanda menerbitkan buku berjudul Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas, dan Pengantar
Sosiologi Pengetahuan Hukum dan Politik (1967). Sebelumnya, muncul
karya-karya Selo Soemardjan, di
antaranya Social Change in Yogyakarta (1962) yang sebenarnya adalah
disertasi Selo Soemardjan saat memperoleh gelar doktor dari Cornell University.
Isinya tentang perubahan-perubahan sosial di Yogyakarta sebagai akibat revolusi
sosial politik pada waktu pusat pemerintahan di Yogyakarta. Selanjutnya, Selo Soemardjan bekerja sama dengan
Soelaeman Soemardi menulis buku berjudul Setangkai Bunga Sosiologi (1964).
Saat ini semakin banyak sumber belajar sosiologi, bahkan telah ada sejumlah
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik yang memiliki jurusan sosiologi, seperti
Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga,
Universitas Diponegoro, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Sebelas
Maret, Universitas Hassanudin, dan Universitas Andalas. Dari jurusan sosiologi
itu, diharapkan sumbangan dan dorongan lebih besar untuk mempercepat dan
memperluas perkembangan sosiologi di Indonesia untuk kepentingan masyarakat,
karena sosiologi sangat diperlukan apabila seseorang ingin mengetahui apa yang
sebenarnya terjadi di masyarakat, yang selanjutnya dapat dipakai untuk membuat
kebijakan yang tepat bagi perkembangan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar