Max Weber dan Rasionalitas
1.
Riwayat Hidup
Max Weber, lahir dari kelurga kelas menengah. Ia
merupakan alumni Universitas Berlin dan mengajar di almamaternya. Awal
perhatianya pada bidang ekonomi dan sejarah, namun kemudian bergeser ke
sosiologi. Ia menerbitkan salah satu karya terbaiknya, The Protestant Ethic and the
Spirit capitalisme.
Selain itu karyanya yang lain, ekonomy and society, Weber adalah sosiolog dari jerman yang sejaman dengan Durkheim, juga menyandang jabatan guru besar disiplin ilmu baru, sosiologi. Seperti Durkheim dan Marx. Weber merupakan sosiolog yang paling berpengaruh karena memberi sumbangan berupa metodologi serta analisisnya perihal masyarakat modern, khususnya tentang konsep rasionalitas.
Selain itu karyanya yang lain, ekonomy and society, Weber adalah sosiolog dari jerman yang sejaman dengan Durkheim, juga menyandang jabatan guru besar disiplin ilmu baru, sosiologi. Seperti Durkheim dan Marx. Weber merupakan sosiolog yang paling berpengaruh karena memberi sumbangan berupa metodologi serta analisisnya perihal masyarakat modern, khususnya tentang konsep rasionalitas.
2.
Karya dan
Pemikirannya
a.
Rasionalitas
Karya Weber yang sangat terkenal adalah tentang rosionalitas.
Weber tertarik pada masalah umum seperti mengapa institusi sosial di dunia
Barat berkembang semakin rasional sedangkan di belahan bumi lain kurang bisa
berkembang. Weber mengembangkan teorinya
dalam konteks studi perbandingan sejarah masyarakat Barat,
Cina, dan India. Dalam studi ini ia mencoba melukiskan faktor
yang membantu mendorong atau merintangi perkembangan rasionalisasi. Berdasarkan
hal tersebut, Weber berkeyakinan bahwa masyarakat adalah produk dari tindakan
individu-individu yang berbuat dalam kerangka fungsi nilai, motif dan kalkulasi
rasional.
Menurut Weber terdapat tiga tipe besar aktivitas
atau tindakan manusia yaitu:
1). Tindakan tradisional yang terkait dengan adat-istiadat.
Aktivitas sehari-hari seperti makan dengan menggunakan tanpa garpu.
2). Tindakan afektif yang di gerakan nafsu, contohnya, para
rentenir dan penjudi bbertindak pada level ini.
3). Tindakan rasional yang merupakan alat (instrumen), di
tunjukan ke arah nilai atau tujuan yang bermanfaat dan berimplikasi pada
kesesuaian antara tujuan dengan cara. Stategi
(militer atau ekonomi) termasuk dalam kategori ini. Strategi ini
bersifat rasional dalam hal penyusaian efektivitas tindakan yang lebih baik dan
di arahkan ketujuan materil (misalnya penaklukan sebuah wilayah) atau di
orientasikan lewat nilai-nilai ( misalnya kemenangan).
Menurut Weber tindakan rasional menjadi ciri masyarakat
modern : yaitu mewujudkan dirinya sebagai pengusaha kapitalis, ilmuwan,
konsumen atau pegawai yang bekerja dan bertindak sesuai logika tersebut. Lebih
lanjut menurut Weber bahwa jarang sekali aktivitas sosial yang berorientasi
pada salah satu jenis aktivitas, namun
bisa saja saling berpengauh- misalnya aktivitas konsumen. Biasanya konsumen
memilih produk yang disesuaikan dengan penghasilan (tindakan rasional), namun
bisa juga didorong memilih karena kebiasaan konsumsinya (tindakan tradisional)
atau karena keinginan yang tak tertahankan lagi ( tindakan afektif).
Selain itu, menurut Weber bahwa kekuatan pokok perubahan
sosial adalah ada pada agama. Weber berteori bahwa sistem kepercayaan Katolik
Roma mendorong penganutnya untuk berpegang pada cara hidup tradisonal,
sedangkan sistem kepercayaan Protestan mendorong anggotanya untuk merangkul
perubahan. Kaum Katolik Roma percaya bawa mereka berada di jalan menuju syurga
karena mereka telah dibaptis dan menjadi anggota gerja.
Namun kaum Protestan tidak memiliki kepercayaan demikian.
Kaum Protestan dari tradisi Calvisnis diberitahu bahwa mereka tidak akan tahu
apakah mereka telah diselamatkan sampai tibanya hari kiamat. Karena mereka
merasa tidak nyaman dengan hal ini, mereka mulai mencari “tanda” bahwa mereka
berada di jalan Tuhan. Akhirnya, mereka mengimpulkan bahwa keseuksesan
finansial merupakan tanda utama bahwa Tuhan berada di pihak mereka. Untuk
menghadirkan “tanda” ini dan menerima kenyamanan spiritual, mereka mulai
menjalani kehidupan yang hemat, menabung uang dan menginventarisasikan
surplusnya agar mendapatkan lebih banyak lag. Hal inilah yang dimaksud oleh
Weber sebagai etika Protestan (Protestan
Ethic).
Menurut Weber, Etika protestan tersebut telah mendorong
lahirnya kapitalisme-yang memungkinkan terjadinya proses rasionalisasi dunia,
penghapusan usaha magis yaitu suatu manipulasi kekuatan supernatural sebagai
alat untuk mendapatkan keselamatan. Untuk menguji teorinya, Weber membandingkan
luasnya kapatalisme di negara-negara Katolik Roma dan Protestan. Sejalan dengan
teorinya, ia menemukan bahwa kapatalisme sangat kontroversial saat dibuat, dan
masih terus diterus diperdebatkan hingga sekarang.
b. Jenis – jenis Otoritas
Weber memasukan diskusinya mengenai otoritas dalam membahas
berbagai jenis hubungan sosial yang berbeda - beda terutama bentuk – bentuk
dominasi politik. Weber membedakan tiga bentuk ideal tipe otoritas, diantaranya
:
1. Otoritas tradisonal
Otoritas ini
didasarkan pada legitiminasi karena ciri sakralitas tradisi yang melekat
padanya. Kekuasaan patriarkis ditengah – tengah kelompok penghuni ruang domestik
dan kekuasaan para tuan tanah dalam masyarakat feodal termasuk dalam kategori
ini. Contoh lain, seorang pemimpin yang berkuasa karena garis keturunan atau
suku.
Weber juga
membuat analisis rinci dan canggih tentang rasionalisasi fenomena, seperti agama,
hukum, kota, dan bahkan musik. Kita dapat melukiskan cara berfikir Weber dengan
satu contoh lain-rasionalisasi institusi ekonomi. Diskusi ini tertuang dalam
analisis Weber yang lebih luas tentang hubungan antara hukum dan kapitalisme.
Dalam studi sejarah bercakupan luas, weber beruapaya memahami mengapa sistem
ekonomi rasional (kapitalisme) berkembang di Barat dan mengapa gagl berkembang
di masyarakat lain. Dalam studi ini Weber mengakui peran sental agama. Agama
telah memainkan peran kunci dalam perkembangan kapatalisme tentang hubungan
2. Otoritas Karismatik
Merupakan
dominasi suatu personalitas tertentu dan dikaruniai aura khusus. Peminpin
Kharismatik mendasarkan kekuasaanya pada kekuatan untuk meyakinkan dan
kapasitasnya untuk mengumpulkan dan memobilisasi banyak orang. Ketaatan
terhadap pemimpin semacam ini terkait faktor – faktor emosional yang berhasil
dibangkitan, dipertahankan dan dikuasainya.
3. Otoritas Legal – Rasional
Otoritas ini
bertumpu pada kekuatan hukum formal dan impersonal (bukan pada satu orang saja)
dominasi ini terkait dengan fungsi, dan bukan pada person. Kekuasaan dalam
organisasi meodern dijustifikasi lewat kompetensi, rasionalitas pilihan dan
bukan pada kekuatan sihir. Otoritas rasional legal atau legal-birokratis ini
berlangsung melalui kepatuhan terhadap sebuah kitab hukum fungsional, seperti
kitab UU sipil.
Organisasi birokratis
merupakan tipe murni otoritas legal. Kekuasaan yang didasarkan pada kompetensi
dan bukan pada asal-usul sosial masuk kedalam bingkai peraturan impersonal.
Pelaksanaan (eksekusi) tugas terbagi menjadi beberapa fungsi yang dikhususkan
dengan kontur–kontur (garis keliling) yang ditentukan secara metodis. Karier
diatur dengan kriteria–kriteria kualifikasi dan rentang waktu obyektif kedinasan
dan sebagainya, dan bukan dengan kriteria yang sifatnya individual.
Weber meyakinkan
bahwa cara organisasi ini bukan ciri khas administrasi publik namun merupakan
ciri perusahaan – perusahaan kapitalis, bahkan hal ini juga terdapat dalam
tatanan keagamaan tertentu. Birokrasi ditandai dengan sebuah cara pengaturan
(misalnya tata buku analitis) dan cara organisasi pekerjaan sebagaimana yang
mulai dipraktekkan (oleh Taylor, Foyal).
cakepp max weber!!!
BalasHapusMas tolong yg Penting Penting di sendirikan thx
BalasHapussangat bermanfaat artikelnya...trimakasih
BalasHapussangat bermanfaat artikelnya...trimakasih
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapus