August Comte sebagai Pendiri
dan Bapak Sosiologi
1. Riwayat Hidup (1798-1857),
Auguste Comte lahir di Mountpelier
Perancis, 19 Januari 1798. Ia merupakan pendiri atau Bapak Sosiologi. Pada
tahun 1817 Comte pernah menjadi sekretaris
Saint Simon. Ia terkenal karena memiliki daya ingat yang kuat. Selain dikenal
sebagai Bapak Sosiologi juga filsuf.
Beberapa karyanya banyak yang mengandung pemikiran filsafatnya.
Comte dikenal juga sangat taat terhadap agamanya (Katolik), bahkan ia
menghayalkan dirinya sebagai pendeta agama baru kemanusiaan. Comte memiliki
pengaruh besar di Perancis dan negara lainnya.
Perubahan-perubahan yang
terjadi dalam masyarakat Barat saat itu membuat Comte tertarik untuk mencari
jawaban atas pertanyaan secara ilmiah: apa yang membuat tatanan berubah, apa
yang mempersatukan masyarakat kembali. Jawaban atas pertanyaan tersebut,
akhirnya Comte menemukan pada perlunya sebuah metode ilmiah pada kehidupan
sosial, sebagaimana ilmu alam. Comte menamakan ilmu baru tersebut sosiologi artinya studi masyarakat” (dari kata
yunani logis, (studi mengenai,” dan kata latin
Socius,”teman atau
bersama orang lain “studi masyarakat)
2. Karya dan pemikirannya
a. The Philosophy of
Positive
Comte
adalah orang pertama yang menggunakan istilah sosiologi. Pengaruhnya besar
sekali terhadap pada teoritisi sosiologi selanjutnya (terutama Herbert Spencer
dan Emile Durkheim). Ia yakin bahwa
studi sosiologi akan menjadi ilmiah sebagaimana keyakinan teoritisi klasik dan
kebanyakan sosiologi kontemporer.
Selanjutnya
Comte mangembangkan pandangan ilmiahnya, yakni “Positivisme” atau “filsafat
positif”, Untuk memberantas sesuatu yang dianggap sebagai filsafat
negatif dan destruktif dari abad
pencerahan. Positivisme sendiri adalah sebuah metodologi yang didasarkan pada
penjelasan ilmiah, dan tunduk pada pangetahuan tentang tindakan serta pada
percobaan atau pengamatan emprimis. Doktrin ini mengklaim bahwa pengetahuan
yang sebenarnya harus terbebas dari spekulasi-spekulasi dan kepercayaan.
b. Hukum Tiga Tahap
Menurut
Comte, bahwa masyarakat berkembang ditentukan menurut cara berfikir yang
dominan, selanjutnya Comte membagi tahapan perkembangan masyarakat, yaitu; teologis,
metafisik dan positif. Menurut
Comte bahwa tiga tingkatan intelektual inilah yang dilalui dunia sepanjang
sejarahnya. Beberapa karekteristik khusus
dari ketiga tahap
tersebut, yakni;
1)
Fase teologis (fiktif)
Yaitu
masa kanak- kanaknya kemanusian. Jiwa atau semangat manusia mencari penyebab dari
timbulnya fenomena-fenomena, baik
menghubungkanya dengan benda-benda yang dimaksud (fetishisme
atau memuja benda seperti jimat)
atau dengan meganggap adanya mahkluk ghaib (agama polities) atau dengan
satu Tuhan saja
(monoteisme). “Jiwa manusia menghadirkan gambaran bahwa
fenomena dihasilkan lewat perbuatan kekuatan ghaib (supranatural) yang
jumlahnya sedikit atau banyak secara langsung dan terus menerus.
Masa ini adalah masa kepercayaan magis, percaya pada jimat, roh dan agama.
2) Fase teologis (abstrak)
Yaitu masa remaja pemikiran manusia. Agen-agen ghaib di ganti
oleh kekuatan abstrak; yaitu alam”nya Spionoza, “Tuhan geometrinya”nya
Descartes, materinya Diderot atau akal sehatnya Abad pencerahan. Masa ini dianggap sebagai kemajuan
jika dikaitkan dengan pemikiran antropomorfis
sebelumnya. Namun demikian pemikiran
orang masih terbelenggu oleh konsep filosofis yang abstrak dan universal. Tahap
ini oleh Comte meganggap sebagai “metode filsuf”
3)
Fase Positif
Yaitu
keadaan inteligensia kita yang berani. Semangat pencarian positif menyingkirkan pencarian menyangkut pertanyaan
hakiki”mengapa”yang terkait dengan segala sesuatu dalam memikirkan tentang
perbuatan, yaitu”hukum-hukum efektif berupa hubungan suksesi dan kesamaan yang
tidak berubah”. Comte menyatakan
segala hal adalah relatif, dan inilah
satu-satunya yang absolut. Pendeknya positivise berupaya meninggalkan spekulasi
dan konsep tak barguna yang berasal dari imajinasi agar berpegang pada obyektivitas ilmu
pengetahuan yang disusun dari pengalaman, observasi peristiwa dan penalaran.
c. Agama Humanitas
Comte sangat keras
mengkritik”semangat teologi” masa kuno meskipun ia merasa bahwa agama ikut
bertanggungjawab sebagai semen perekat sosial. Industrialisasi dan Revolusi
Prancis telah mengacaukan Rezim Lama serta ikut memberi kontribusi dalam
menghancurkan ikatan-ikatan lama yang mempersatukan manusia diantara mereka (Gereja,
perserikatan atau korporasi dan “aturan” Rezim Lama). Hasilnya adalah sebuah
masyarakat yang tereduksi menjadi sekumpulan individu yang tak terorganisir.
Dengan
demikian harus ditemukan pengganti dewa-dewa lama di dunia yang baru muncul
ini. Agama yang sudah kuno harus diganti dengan “Mahluk Agung” yang baru yaitu
“Kemanusiaan”. Untuk itu, Comte pada tahun 1847 memproklamirkan terciptanya
sebuah agama kemanusiaan, yaitu agama ilmu pengetahuan terutama ilmu sosial
yang menjadi dogma-dogmanya, para ilmuwan manjadi pendetanya. Oleh karenanya Comte
mengungkapkan bahwa para ilmuwan tidak cukup memiliki inteligensia, namun harus
memiliki cinta dan kasih sayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar